Latest Updates

PERCUMA

Kira- kira
    singkatnya begini,

kau harus bahagia,
    meskipun tidak
    harus denganku

Namun kau juga
    harus mengerti,
    aku benci kalimat ini.

(k,p)

DAFTAR BUKU SOE HOK GIE

1. Catatan Seorang Demonstran


            Buku ini merupakan catatan harian Gie semasa hidupnya, Gie mulai menulis semanjak usianya 15 tahun/ Kelas 3 SMP. Buku ini merupakan potret kehidupan Gie seorang idealis yang tetap berpegang teguh dan konsisten terhadap prinsipnya dari awal hingga akhir hayatnya. Sebuah catatan harian seorang aktivis mahasiswa tahun 60an yang berani bersuara lantang di tengah masa-masa paling gelap sekaligus mencekam dalam sejarah bangsa Indonesia.

            Buku ini sempat tampil sebentar dalam salah satu adegan film Ada Apa dengan Cinta? dan kemudian diangkat ke layar lebar dengan sutradara Riri Riza dan Mira Lesmana pada tahun 2005.

2. Zaman Peralihan


            Buku ini berisi tulisan-tulisan Soe Hok Gie tentang kondisi Indonesia di era peralihan kekuasaan Soekarno ke Soeharto. Tulisan-tulisan tersebut merupakan tulisan Soe Hok Gie yang biasa dijumpai di media massa terbitan tahun 60-an, seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya.

            Tulisan-tulisan Soe Hok Gie yang tersirat dibuku ini merupakan serapan-serapan dari permasalahan yang ia temui di hari-hari kehidupanya. Kritiknya yang tajam, menggigit dan sering kali sinis itu membuat rasa kemanusiaan setiap pembacanya seperti di robek-robek. Bahkan seringkali Gie menyebutkan nama orang-orang yang dianggapanya tidak bisa menegakan keadilan, termasuk teman-teman seperjuangan dalam demonstrasi yang ia pelopori.

3. Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan


            Buku ini merupakan salah satu karya Gie tentang pemeberontakan PKI di Madiun ini dianyam sedemikian rupa seakan-akan kita membaca sebuah novel sejarah dramatis yang menegangkan. Tapi penulisnya cukup hati-hati untuk tetap bersikap objektif dalam analisisnya hingga fakta sebagai “Suatu yang Suci” dalam bangunan sejarah tetap ditempatkan dalam posisi yang terhormat.

            Buku ini hasil Skripsi Soe Hok Gie sebagai syarat Lulus Sarjana di Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.

4. Di Bawah Lentera Merah


            Buku ini menarasikan suatu periode krusial dalam sejarah Indonesia yaitu ketika benih-benih gagasan kebangsaan mulai disemaikan, antara lain lewat upaya berorganisasi. Melalui sumber data berupa kliping-kliping Koran antara tahun 1917-1920-an dan wawancara autentik yang berhasil dilakukan terhadap tokoh-tokoh sejarah yang masih tersisa, penulisnya mencoba melacak bagaimana bentuk pergerakan Indonesia, apa gagasan substansinya, serta upaya macam apa yang dilakukan oleh para tokoh Sarekat Islam Semarang pada kurun waktu 1917-an.

            Melalui Buku ini Gie mengajak kita mencermati bagaimana para tokoh tradisionalisasi lokal tahun 1917-an mencoba menyikapi perubahan pada abad ke-20 yang dalam satu dan lain hal, punya andil menjadikan wajah bangsa Indonesia seperti sekarang ini.

5. Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani


            Buku ini merupakan karya John Maxwell (Sejarahwan Australia), ia melukiskan, sebagai intelektual, komitmen Soe Hok Gie untuk menegakan keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan tidak perlu disangsikan lagi. Jiwanya selalu memberontak tatkala menyaksikan berbagai praktek dehumanisasi, pengingkaran, demokrasi, dan pelecehan terhadap akal sehat. Keberpihakanya pada nilai-nilai prinsipil itu membuatnya tidak memperdulikan siapapun yang mesti dihadapinya dan risiko apapun yang bakal menimpanya. Yang ia kehendaki hanyalah “yang lurus-lurus saja”.

            Buku ini layak dibaca oleh para intelektual, peminat sejarah, pejuang demokrasi, dan terutama para aktivis mahasiswa yang ingin belajar bagaimana berjuang dengan tetap mempertahankan kesetiaan pada idealisme.

6. Sekali Lagi: Buku, Pesta dan Cinta


            Buku ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan teman, sahabat, hingga tokoh-tokoh terkenal di negeri ini mengenai Soe Hok Gie. Itulah sebabnya buku ini diberi judul “Soe Hok Gie- Sekali Lagi”, seolah ingin menegaskan bahwa inilah buku kesekian mengenai Soe Hok Gie.

            Dibanding dengan buku-buku lainya tentang Gie, buku ini tak kalah menariknya malah memiliki keunikan tersendiri, Karena di buku ini kita bisa melihat sesosok Gie dari pandangan sahabat terdekatnya dan dari orang-orang yang mengaku terpengaruh oleh spirit dan semangat perjuangan Gie baik semasa hidupnya maupun setelah membaca tulisan-tulisanya.

            Di buku ini juga menceritakan perjalanan ke Gunung Semeru yang secara rinci menceritakan perjalananya bersama Gie mulai dari Stasiun Gambir , Jakarta hingga proses evakuasi jenazah Gie dan Idhan dari puncak Mahameru ke Gubuk Klakah, sebuah desa di kaki Gunung Semeru. Karena selama ini belum pernah diceritakan secara detail bagaimana  saat-saat terakhir hidup Gie, bagaimana kondisi jenazah Soe Hok Gie dan Idhan setelah  berhari-hari terlantar di puncak Mahameru, dan bagaimana kondisi fisik teman-teman seperjalananya dalam mencari bantuan dan mengevakuasi jenazah Gie dan Idhan.



APAKAH ALGORITMA ITU?


Ditinjau dari asal usul kata, kata algoritma sendiri mempunyai sejarah yang aneh. Kata ini tidak muncul di dalam kamus Webster sampai akhir tahun 1957. Orang hanya menemukan kata algorism yang berarti proses menghitung dengan angka arab. Anda dikatakan algorist jika anda menggunakan angka arab. Para ahli bahasa berusaha menemukan asal kata algorism ini namun hasilnya kurang memuaskan. Akhirnya para ahli sejarah matematika menemukan asal mula kata tersebut. Kata algorism berasal dari nama penulis buku Arab yang terkenal, yaitu Abu Ja'ffar Muhammad bin Ibnu Musa al-Khuwarizmi (al-khuwarizmi dibaca orang barat menjadi algorism). Alkhuwarizmi menulis buku yang berjudul kitab al jabar wal-muqabala, yang artinya "Buku pemugaran dan pengurangan" (The book of restoration and reduction). Dari judul buku itu kita juga memperoleh akar kata "Aljabar" (algebra). Perubahan dari kata algorism menjadi algorithm muncul karena kata algorism sering dikelirukan dengan arithmetic, sehingga akhiran -sm berubah menjadi thm. Karena Perhitungan dengan angka Arab sudah menjadi hal yang biasa/lumrah, maka lambat laun kata algorithm berangsur-angsur dipakai sebagai metode perhitungan (komputasi) secara umum, sehingga kehilangan makna aslinya. Dalam bahasa Indonesia, kata algortihm diserap menjadi algoritma.

Sumber : Buku Algoritma dan Pemrograman
Penulis  : Rinaldi Munir

Kategori

Followers